featured-content
Pasar Legi
Sebenarnya eksistensi Pasar Legi sampai saat ini bukan merupakan hasil dari pembangunan sarana baru melainkan hasil revitalisasi pasar yang telah lama ada. Pasar lama dibangun pada tahun 1911, mengalami pembenahan beberapa kali, pada tahun 1977, 1999. Hingga sampai kondisi pada tahun 2003 sudah tidak memadai lagi, maka dilakukanlah Revitalisasi ini. Revitalisasi fungsi bukan terbatas pada fungsi pelayanan perdagangan eceran untuk masyarakat kota Blitar saja, melainkan kombinasi perdagangan eceran, perdagangan grosir, serta perdagangan antar daerah yang melayani wilayah yang lebih luas di sekitar Blitar.
Perannya menjadi transisional, dari pasar tradisional menuju pasar modern. Hingga pada akhir bulan Juni 2004 bersama sama dengan tiga proyek lain yaitu Perpustakaan Proklamator Bung Karno, Stadion Patria serta Pusat Informasi pariwisata dan Perdagangan, pasar legi diresmikan. Lokasi Pasar Legi terletak di Jl Mawar, kota Blitar, di dalam wilayah Kelurahan Sukorejo,Kecamatan Sukorejo.
Grebeg Pancasila
Setiap tanggal 1 Juni masyarakat kota Blitar selalu memperingati hari lahirnya Pancasila, dimana warga merayakannya dengan mengemas dalam suatu acara yang disebut GREBEG PANCASILA. Tak pelak, ribuan warga kota Blitar pada hari Minggu tanggal 1 Juni 2008 sejak jam 08.00 pagi WIB tumpah ruah di sepanjang jalan yang dilalui oleh Kirab Gunungan Limo dari Aloon-Aloon kota Blitar menuju makam Bung Karno setelah Sabtu tanggal 31 Mei 2008 malam sebelumnya masyarakat secara khidmat menyambut uborampe (sejumlah panji-panji dan replika Pancasila) untuk persiapan Grebeg Pancasila yang dikirap dari Istana Gebang jalan Sultan Agung 59 Blitar menuju Kantor Walikota, acara ini disebut dengan Bedhol Pusaka.
Sejak pagi dikiri kanan jalan yang dilalui seperti jalan Merdeka, jalan Ahmad Yani, jalan Panglima Besar Jenderal Sudirman dan Jalan Ir. Soekarno dipadati oleh masyarakat dan para pelajar yang ingin menyaksikan jalannya kirab. Sebelum kirab Gunungan Limo peringatan Grebeg Pancasila diawali dengan upacara budaya yang merupakan puncak rangkaian kegiatan Grebeg Pancasila. Kegiatan itu diawali dengan Ladrang Grebeg Pancasila yang dikemas dengan sentuhan piranti etik dan estetika tanpa meninggalkan kekhidmatan dan makna sebuah upacara. Kegiatan itu sendiri dilanjutkan dengan kirab gunungan limo.
Jalan protokol yang tersebut menuju makam Sang Proklamator Republik Indonesia juga Presiden Pertama Republik Indonesia Bung Karno. Akhirnya dari rangkaian kegiatan ini dengan menggelar kenduri Pancasila dimakam Bung Karno yang sudah menjadi tradisi masyarakat selalu berebut gunungan yang dikirab, bahkan baru keluar dari gapuro makam langsung diserbu masyarakat. Tak pelak gunungan yang seharusnya diberi doa-doa langsung habis tinggal kerangkanya saja.
Dengan demikian sebagai dasar filsafat negara dan panduan bagi perjalanan bangsa, Pancasila telah dirumuskan secara mendalam dan melalui perjalanan historis yang panjang sebelum akhirnya secara formal menjadi landasan kehidupan masyarakat Indonesia, bahkan lebih dari itu Pancasila juga telah melalui alur pemikiran dan perbandingan filsafat dan ideologi-ideologi besar dunia.
Dalam kesempatan itu orang nomor satu di kota Blitar ini juga menyatakan bahwa hari lahirnya Pancasila 01 Juni agar dijadikan sebagai hari Nasional, sehingga seluruh masyarakat Indonesia dapat memaknai peringatan tersebut dengan baik. Bagi Djarot sangat aneh jika suatu negara yang mempunyai ideologi Pancasila ternyata tidak pernah memperingati dan memaknainya. “Itu terserah kepada Pemerintah tetapi saya menyarankan dan terus mendesak agar setiap tanggal 01 Juni atau lahirnya Pancasila dijadikan hari libur nasional. Hari itu juga termasuk hari yang bersejarah” tegas Djarot dengan semangatnya.
Yang menarik dalam kegiatan kali ini adalah diserahkannya replika Gong Perdamaian Nusantara pada saat pelaksanaan upacara grebeg. Gong tersebut merupakan pembaruan komitmen kebangkitan bangsa yang telah terjadi 100 tahun lalu yang dipatrikan kembali dalam bentuk simbol perdamaian Nusantara. Gong berdiameter sekitar 2,5 m ini dibuat di Yogyakarta dan Gong tersebut baru hadir di Yogyakarta dan Bali sebelum akhirnya nanti diabadikan di Jakarta.
Monumen PETA
Doeloe... Monumen Sodancho Soeprijadi pahlawan Pemberontakan PETA di Blitar hanya terdapat 1 patung yaitu patung Soeprijadi. Dan saat ini, Soeprijadi tidak sendirian. Ada 6 buah patung lagi yang menemaninya. Menurut sang pematung Om Bondan, ke enam patung tambahan tersebut merupakan pahlawan-pahlawan yang turut serta dalam pertempuran melawan Jepang di bawah kepemimpinan Soeprijadi kala itu.
Sampai saat ini cerita heroik Soeprijadi khususnya kemisteriusan menghilangnya beliau dari muka bumi pasca pemeberontakan PETA terus menjadi hal yang menarik untuk ditelusuri. Banyak sudah yang mencoba mencari cerita sesungguhnya dimana Soeprijadi mengakhiri hidupnya. Ada yang menyimpulkan bahwa Soeprijadi MUKSO [ hilang secara ghoib, karena kesaktiannya ], ada yang menemukan fakta bahwa Soeprijadi meninggal di Jawa Tengah, bahkan bila merujuk apa yang di sampaikan saudara Nico Andrianto melalui Buku Tamu di www.blitarkota.go.id bahwa Soeprijadi pernah hidup dan menetap di Kalimantan sampai akhir hayatnya.
Apa pun itu, pada akhirnya Sang Pemilik Soeprijadi-lah yang tahu karena Dia Maha Tahu.
Bubut Kayu
Salah satu produk unggulan dari hasil industri kerajinan bubut kayu yang ada di Kota Blitar antara lain kendang Sentul atau disebut juga dengan Kendang Jimbe, kap lampu, maninan anak-anak dan lain sebagainya. Sentra produksi ini terletak di Kelurahan Tanggung, Kecamatan Kepanjenkidul Kota Blitar ( + 3 kilometer kearah Utara dari pusat Kota Blitar )
Sambal Pecel
Sambal pecel merupakan bumbu makanan yang dibuat dari kacang tanah, lombok, gula merah (atau gula putih), daun jeruk nipis (atau buahnya), buah asam, dan garam.
Sambal pecel digunakan untuk bumbu makanan yang dilengkapi dengan sayuran dan beberapa lauk tradisional seperti tempe, tahu, peyek, Kering, dan lauk lainnya. Sentra industri ini terletak di Kelurahan Karangsari, Kecamatan Sukorejo Kota Blitar ( + 2 kilometer kearah selatan dari pusat Kota Blitar )
Agrowisata Blimbing
Pemerintah kota Blitar melalui Dinas Informasi Komunikasi Dan Pariwisata Daerah (Inkomparda) membangun Tugu Blimbing di pinggir Jalan Cemara kota Blitar. Sebagai langkah awal terwujudnya Agrowisata Blimbing di Kelurahan Karangsari.
Untuk mencapai visi misi kota Blitar sebagai kota Pariwisata Perdagangan Barang Dan Jasa Unggulan, Dinas Informasi Komunikasi Dan Pariwisata Daerah (Inkomparda) kota Blitar telah melakukan berbagai terobosan. Satu diantaranya membangun ...............
tugu Blimbing di Jalan Cemara. Handoko Suhandrito, Kepala Bidang Pariwisata Dinas Inkomparda kota Blitar menyebutkan, pembuatan tugu Blimbing sengaja dilakukan diwilayah kelurahan Karangsari kecamatan Sukorejo, karena di wilayah ini menjadi sentranya buah Blimbing di kota Blitar, Tidak hanya untuk memperkenalkan buah blimbing kepada masyarakat kota Blitar saja, dengan tugu blimbing ini sebagai petunjuk bagi warga dari luar daerah yang melintas di kawasan karangsari akan mengetahui sudah masuk kawasan sentra buah Blimbing. Tugu Blimbing yang dibangun di timur jalan cemara dengan ukuran lebar sekitar 2,5 meter ketinggian sekitar 4 meter ini sudah finishing, dalam waktu dekat sudah sempurna. Jika dilihat, tugu yang berada dipingir jalan raya itu tampak seperti buah blimbing sungguhan dengan ukuran besar.
Candi Penataran
Nama Candi Penataran kiranya tidak asing lagi kedengarannya di telinga kita terutama bagi masyarakat Jawa Timur. Nama tersebut sudah begitu lekat dan akrab sehingga tidak jarang digunakan orang sebagai mana jalan, toko, depot, dan nama badan - badan usaha lainnya. Orang mempergunakan nama “ Candi Penataran” (yang kadang tanpa kata “candi” di depannya) barangkali di dorong oleh rasa kagum akan masa gemilang yang pernah dicapai oleh nenk moyang kita di masa lalu, sisa-sisa bekas kegemilangan itu masih dapat kita saksikan peninggalannya sampai sekarang. Dengan menggunakan nama ini diharapkan dapat membawa sukses besar pada pemakainya disamping untuk melestarikan nama yang mempunya nilai historis itu. Penggunaan nama Candi Penataran itu memang tidak salah pilih walaupun bagi Shakespeare tidak pernah ambil peduli apakah arti sebuah nama.
Candi Penataran yang terletak di sebelah utara Blitar adalah satu-satunya komplek percandian terluas di kawasan Jawa Timur, hampir sepanjang hari tidak pernah sepi pengunjung. Menurut catatan jumlah pengunjung umum rata-rata dalam satu bulan sekitar 20.000 sampai 25.000 orang, suatu jumlah yang tidak dapat dikatakan kecil sementara jumlah pengunjung candi-candi yang lain rata-rata dalam satu bulan sekitar 5.000 orang saja. Wisatawan - wisatawan asing yang datang di Jawa Timur dalam kunjungannya ke Blitartidak lupa menyempatkan diri berkunjung ke Candi Penataran. Kekunaan ini paling banyak di tulis orang, sumber inspirasi bagi para seniman, lahan yang lumayan bagi para penjaja makanan dan barang - barang cindera manta.
Sebagai suaka budaya yang dilundungi undang-undang, Candi Penataran tergolong dalam monumen mati (dead monument) artinya tidak ada kaitannya lagi dengan agama atau kepercayaan yang hidup dewasa ini. Bangunan percandiaan tidak lagi berfungsi sebagaimana sewaktu dibangun semula. Kontak yang terjadi antara pengunjung dan kekunaan adalah dalam rangka penikmatan seni dan budaya serta ilmu pengetahuaan. Candi tidak lagi sebagai tempat untuk ibadah dan bukan tempat semedi atau meditasi. Pemugaran-pemugaran candi yang telah memdapat perhatian pemerintah sejak Pelita II adalah dalam Rangka menyelamatkan bangunan dari kerusakan yang lebih fatal bukan untuk menghidupkan kembali tradisi lama.
Apabila karena sesuatu hal sebuah candi atau monument runtuh berarti kita telah kehilangan bukti sejarah yang autentik, kehilangan tersebut tidak akan dapat diganti oleh yang lain untuk selama-lamanya. Kini 500 tahun lebih telah berlalu, komplek percandian Penataran masih tegak berdiri di tempat semula dengan penuh keanggunan dan kemegahan siap menanti kunjungan anda setiap saat
Duta Wisata Blitar
Pemilihan putra putri daerah sebagai duta wisata terdapat pada setiap wilayah. Di Jakarta terkenal dengan ajang Abang None, Cak dan Ning (Surabaya), Raka Raki (Propinsi Jatim), begitu pula di Kota Blitar terdapat ajang serupa, yakni Kangmas Diajeng. Tidak ada perbedaan secara prinsip dari ajang pemilihan tersebut. Pada dasarnya yang terpilih sebagai pemenang tentu berparas cantik dan tampan. Khusus putri, ada tingkatan bertahap setelah menjadi pemenang.
Pemenang tingkat lokal akan berlaga di tingkat regional, kemudian ke tingkat nasional (Puteri Indonesia) untuk kemudian meningkat ke taraf internasional (Miss Universe).
Tidak mudah memilih pemenang dari sekian pilihan yang cantik dan tampan. Dan tentu panitia tidak hanya berpedoman pada keunggulan secara fisik saja. Inner beauty dan Inner handsome masuk menjadi kriteria utama. Pertanyaannya adalah, bisakah menjatuhkan pilihan terbaik untuk menjadi seorang pemenang hanya dalam waktu kurang dari dua bulan? Inner beauty dan Inner handsome bukan hanya kecerdasan, tetapi juga perilaku sehari-hari yang bisa dijadikan suri tauladan bagi orang lain. Dan itu tidak mungkin dinilai hanya pada saat karantina peserta.
Kota Blitar menjadikan ajang Pemilihan Kangmas Diajeng sebagai agenda tahunan. Acara ini bertujuan untuk memberikan peluang seluas-luasnya pada generasi muda berperan aktif dalam pembangunan daerah dan menguatkan citra positif pariwisata Kota Blitar sebagai daerah tujuan wisata. Melalui acara ini diharapkan terpilih duta wisata yang mampu mempromosikan pariwisata Kota Blitar.
Disamping itu Pemilihan Kang Mas Diajeng ini merupakan sarana pengembangan potensi, bakat, kreatifitas, kecerdasan para generasi muda. Sehingga melalui ajang ini mereka yang terpilih memiliki disiplin, dedikasi dan tanggung jawab yang tinggi untuk membantu Pemerintah Kota Blitar dalam mendorong pencapaian visi misi Kota Blitar. Mereka yang dipilih akan bertugas secara luas sebagai Duta Visi Kota Blitar.
Untuk tahun 2009 tema Pemilihan Kangmas Diajeng Kota Blitar adalah The Power of Branding. Secara harfiah bisa diartikan Kangmas Diajeng terpilih nantinya harus memiliki citra diri yang berani, cerdas, dinamis dalam mempromosikan pariwisata Kota Blitar, menuju Kota Blitar sebagai Daerah Tujuan Wisata (DTW).
Sungguh, bukan tugas yang mudah. Namun ketidakmudahan itu hendaknya bagi generasi muda Kota Blitar bisa dijadikan tantangan. Sebuah tantangan awal yang akan menjadi modal utama dalam menjalani hidup ditengah masyarakat yang heterogen ini.